Ciri Cendekiawan Bernafaskan Islam

Dalam Istilah Alquran, cendekiawan yang bernafaskan Islam disebut dengan istilah Ulul-Albab. Yakni mereka yang mempunyai akal, daya pikir, daya tanggap yang peka, daya banding yang tajam, daya analisa yang tepat, daya cipta yang orisinil, dan semua itu dalam rangka bertakwa kepada Allah SWT.

Belasan ayat Alquran memanggil daya observasi ulul-albab supaya memperhatikan apa yang terjadi dalam lingkungannya, dari lingkungan yang dekat sampai lingkungan yang luas di luar angkasa. Untuk menanggapi segala nikmat Ilahi di penjuru alam semesta, di atas dan di dalam bumi yang penuh berisikan sumber rizki. Menanggapi langit yang gemerlap dihiasi oleh matahari, bulan dan bintang. Menanggapi pertukaran malam dan siang, meneliti dan merenungkan kejadian bumi dan langit.

Semua itu dinamakan "tanda-tanda kebesaran Ilahi untuk ulul-albaab". Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang Ulul Albaab, Yaitu mereka yang mengingat Allah sambil berdiri, sedang duduk dan berbaring, dan merenungkan tentang penciptaan langit dan bumi, (sambil berkata) "Wahai Rabb kami, Engkau tidak jadikan itu semua dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah mereka dari azab neraka". (ali-Imran 190-191).

Begitulah reaksi seorang Ulul-Albaab atau Cendekiwan yang bernafaskan Islam setelah menyaksikan, memikirkan dan merenungkan apa yang ada dan berlaku di sekelilingnya sebagai tanda kebesaran Ilahi.

(Dicuplik kemudian disadur dari Ceramah Mohammad Natsir yang dipublikasikan dalam majalah Suara Masjid bulan Agustus 1989)