662. AQIDAH: Benarkah Tidak Ada Siksa Kubur?
Tulisan ini merupakan salah satu bab yang terdapat dalam buku "Menelaah Pemikiran Agus Mustofa Koreksi Terhadap Serial Buku Diskusi Tasawuf Modern" karya A. Qusyairi Ismail dan Moh. Achyat Ahmad. Buku ini merupakan sebuah buku yang menelaah semua pemikiran Agus Musthofa yang aneh. Buku ini diterbitka n oleh "Pustaka Sidogiri" (sebuah usaha penerbitan milik Pondok Pesantren Sidogiri}
Tak Ada Azab Kubur?
Uraian Singkat
Sebagaiman a dijelaskan dalam buku “serial diskusi tasawuf modern” yang berjudul Ternyata Adam Dilahirkan , Agus Mustofa mengatakan bahwa buku Tak Ada Azab Kubur? terinspira si oleh bagian tengah (wa fîhâ tamûtûna) dari ayat berikut:
قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُون َ. (الأعراف [7]: 25).
Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitk an. (QS. Al-A’raf [7]: 25).
Dasar terkuat Agus Mustofa untuk menyimpulk an bahwa azab kubur tidak ada adalah, sebab menurut dugaan beliau, penjelasan mengenainy a tidak terdapat dalam al-Qur’an. Mengenai hal ini beliau menulis:
Hal yang menarik pertama adalah, kata “azab kubur” tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Kata azab di dalam al-Qur’an diulang-ul ang sebanyak 358 kali, dan tidak ditemukan satupun berbicara tentang azab kubur. Kalau tidak “azab dunia”, ya menyebut “azab akhirat”. (Tak Ada Azab Kubur?, hlm. 148).
Selanjutny a, didorong oleh perasaan penasaran yang tinggi, beliau melakukan eksplorasi lebih jauh mengenai hal ini. Beliau menulis sebagai berikut:
Saya cari dari kata “siksa” dengan berbagai kata bentuknya, seperti “siksaan”, “disiksa”, “menyiksa” , dan sebagainya . Ternyata ada sejumlah 193 kali. Tetapi sekali lagi saya tidak menemukan kata “siksa” yang terkait dengan siksa kubur. Saya mencari lagi lewat kata “kubur”; “kuburan”, “dikubur”, “mengubur” . Ternyata ada 23 kali. Dan lagi-lagi, tidak ada yang bercerita tentang adanya siksa kubur. (Ibid, hlm. 152).
Dan akhirnya saya mencoba mencarinya lewat kata “barzakh”. Ternyata dalam al-Qur’an hanya disebut dua kali. Yang pertama bercerita tentang alam arwah… Sedangkan yang kedua, kata “barzakh” digunakan untuk peristiwa yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan alam kubur. (Ibid, hlm. 153).
Dari hasil pencariann ya yang ‘panjang’ dan ‘melelahka n’ ini, Agus Mustofa kemudian sampai pada kesimpulan bahwa ternyata menurutnya , informasi mengenai azab kubur memang tidak memiliki dalil-dali l yang kuat dan meyakinkan dari al-Qur’an. Padahal keyakinan mengenai hal ini merupakan hal yang sangat penting bagi umat Islam. Agus Mustofa melanjutka n:
Seluruh ayat-ayat yang terkait dengan barzakh, kubur, siksa, dan azab, ternyata tidak satupun yang menyinggun g tentang adanya azab kubur, alias siksa kubur. Sekali lagi kita menjadi merasa aneh. Kenapa peristiwa penting yang sudah dianggap sebagai kebenaran ini tidak muncul dalam informasi al-Qur’an. Lebih jauh, kalau kita berbicara tentang keimanan atau rukun iman, azab kubur juga tidak muncul menjadi salah satu rukun iman itu. Yang ditegaskan adalah Hari Kiamat dan Hari Akhir. (Ibid, hlm. 154-155).
Karena upaya eksplorasi dan penelusura n yang dilakukan oleh Agus Mustofa tidak membuahkan hasil, kemudian beliau mencoba mempertega s mengenai dari mana sumber berita tentang azab kubur itu selama ini? Ternyata mengenai hal itu bersumber dari Hadits Nabi e. Setelah tahu bahwa informasi itu bersumber dari Hadits, Agus Mustofa berhenti, dan tidak melakukan eksplorasi lebih lanjut terhadap Hadits-Had its Nabi Muhammad e. Beliau menulis:
Benarkah azab kubur memang tidak ada? Kalau tidak ada, kenapa selama ini kita demikian yakin bahwa azab kubur itu ada? Dari mana sumbernya? Ternyata sumbernya adalah Hadits. Sangat banyak Hadits yang bercerita tentang azab kubur ini. Mulai dari Hadits yang sangat lemah sampai kepada Hadits yang sahih. (Ibid, hlm. 155).
Untuk memperkuat asumsinya tentang ketiadaan azab kubur, Agus Mustofa menggiring pembaca untuk berpikir lebih lanjut, tentunya dengan menggunaka n logika khas karangan beliau sendiri. Dalam hal ini, beliau menyatakan bahwa siksaan sebagai pembalasan atas perbuatan manusia hanya dilakukan di dua fase: dunia dan akhirat, dan tidak ada siksaan yang ke tiga, yaitu siksaan di alam barzakh. Beliau mencatat:
Jadi al-Qur’an secara konsisten dan berulang-u lang menceritak an bahwa balasan bagi perbuatan kita itu hanya terjadi di dua tempat, dan di dua waktu. Yang pertama adalah balasan duniawi, dan yang kedua adalah balasan ukhrawi. (Ibid, 101).
Begitu nyawa itu keluar dari dalam tubuhnya, tidak ada siksaan badan yang terjadi. Yang ada ialah siksaan yang jauh lebih besar, yaitu siksaan di neraka, dan itu terjadi setelah terlebih dahulu manusia dihidupkan kembali dari dalam kuburnya. (Ibid, 160).
Azab kubur, ini menjadi kontrovers ial adanya, juga dikarenaka n alam barzakh adalah fase menunggu. Artinya, pada fase ini sebenarnya manusia yang mati itu belum diadili. Kalau belum diadili kenapa bisa disiksa? (Ibid, 215).
Dari asumsi-asu msi di atas, kemudian Agus Mustofa menggiring pembaca untuk menggambar kan lama masa transisi yang akan dialami orang yang sudah meninggal, untuk menunggu terjadinya “kiamat kecil” (versi Agus Mustofa). Beliau menjelaska n bahwa orang yang meninggal akan merasakan penantian yang amat singkat di alam barzakh, kendati kenyataann ya berjuta-ju ta tahun. Beliau menulis:
Akan tetapi, kita bakal bertemu dengan informasi- informasi ‘aneh’ dari dalam al-Qur’an tentang lamanya alam barzakh tersebut. Menurut al-Qur’an, alam barzakh alias alam kubur itu akan berlangsun g singkat. Setidak-ti daknya begitulah yang dirasakan oleh orang-oran g yang dibangkitk an. (Ibid, hlm. 186).
Agus Mustofa mendasarka n pernyataan -pernyataa n tersebut pada ayat-ayat al-Qur’an berikut:
يَوْمَ يَدْعُوكُم ْ فَتَسْتَجِ يبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّو نَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا. (الإسراء [17]: 52).
Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-N ya sambil memuji-Nya , dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur/di dunia) kecuali sebentar saja. (QS. Al-Isra’ [17]: 52).
وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِم ُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُوا يُؤْفَكُون َ. (الروم [30]: 55).
Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahl ah orang-oran g yang berdosa; “Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)”. Seperti demikianla h mereka selalu dipalingka n (dari kebenaran) . (QS. Ar-Rum [30]: 55).
قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَ ا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَن ُ وَصَدَقَ الْمُرْسَل ُونَ. (يس [36]: 52).
Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkit kan kami dari tempat-tid ur kami (kubur)?”. Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasu l(Nya). (QS. Yasin [36]: 52).
Beliau menyatakan bahwa ayat-ayat ini menarik untuk dikaji dan diperhatik an secara cermat, karena ayat-ayat di atas ternyata menjelaska n tentang sumpah-sum pah orang yang berdosa, yang semestinya mengalami siksa kubur. Tapi anehnya mereka seperti tidak merasakan adanya azab itu. Seakan-aka n tak ada yang memberatka n mereka selama berada di alam barzakh. (Ibid, hlm. 189).
Agus Mustofa menjelaska n lebih lanjut:
Tentu saja ini terasa aneh buat kita yang selam ini berpikir bahwa di dalam kubur itu ada azab. Kalau memang ada azab, mestinya orang-oran g yang berdosa akan merasakan betapa lamanya hidup di alam barzakh. Namun Allah memberikan informasi sebaliknya , bahwa orang-oran g yang berdosa merasa demikian singkatnya berada di alam barzakh. (Ibid, hlm. 190).
Terkait dengan kesimpulan ini, dalam serial buku tasawuf modern yang lain (Ternyata Akhirat Tidak Kekal), Agus Mustofa menjelaska n lebih tegas lagi, bahwa lama masa yang akan dialami seseorang di alam barzakh memang teramat sebentar, seperti orang yang sedang bangun dari tidur, sebelumnya tidak merasakan apa-apa, namun tiba-tiba mendapati Hari Kiamat terjadi tanpa disadariny a. Beliau berkata:
Jadi bagi yang sekarang sudah berusia 40 tahun misalnya, jika diambil rata-rata usia manusia modern 65 tahun, maka kiamat baginya hanya tinggal 25 tahun lagi… Kenapa demikian? Karena begitu dia meninggal, dia sudah tidak merasakan lagi masa penantian ‘kiamat bumi’ yang diperkirak an masih tinggal ribuan tahun. (Ternyata Akhirat Tidak Kekal, hlm. 146).
Kesimpulan ini beliau dasarkan pada penafsiran pribadi dari QS. Al-Isra’ [17]: 52 di atas. Ketika menjelaska n ayat tersebut, Agus Mustofa berkata:
Artinya ayat tersebut menggambar kan kepada kita bahwa selama kita berada di alam barzakh, kita tidak merasakan masa penantian itu sebagai waktu yang lama. Bahkan rasanya hanya sekitar satu hari saja. Sehingga praktis begitu kita mati, maka tak lama kemudian kita sudah akan bertemu dengan Hari Kiamat. (Ternyata Akhirat Tidak Kekal, hlm. 145-146).
Kemudian bagaimanak ah tanggapan Agus Mustofa terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Had its Nabi e yang secara tersurat maupun tersirat menjelaska n tentang adanya azab kubur? Agus Mustofa mengatakan bahwa itu hanya sebagai efek-efek positif dan negatif serta penampakan siksa dan nikmat semata, bukan siksa dan nikmat yang sesungguhn ya. Beliau menulis:
Cerita tentang Firaun dan orang-oran g syahid (di dalam al-Qur’an) adalah bersifat kasuistik, yaitu orang-oran g yang jelas-jela s kafir dan orang-oran g yang jelas gugur di jalan Allah I. Mereka sudah merasa menyesal dan bahagia selama di alam barzakh, sebagai efek internal dalam jiwa mereka. Selebihnya manusia pada umumnya menunggu masa pengadilan . (Tak Ada Azab Kubur?, hlm. 218).
Tanggapan
Tampak jelas dari uraian singkat di atas, bahwa Agus Mustofa mendasarka n kesimpulan “tidak ada azab kubur” pada eksplorasi yang beliau lakukan sendiri terhadap rujukan primer dalam Islam (al-Qur’an ), yang ternyata tidak berhasil beliau temukan. Namun di sini perlu dikemukaka n bahwa tidak semua permasalah an yang tidak bisa dirujuk secara tegas dalam al-Qur’an lantas kemudian bisa dinafikan. Betapa banyak permasalah an yang rujukan lugasnya tidak tercantum dalam al-Qur’an, akan tetapi dijabarkan dalam Hadits, dan itupun juga harus diyakini kebenarann ya, sebagaiman a telah kita uraikan secara lugas pada bagian sebelumnya .
Jika memang demikian halnya, maka tidak ada alasan untuk menafikan kebenaran adanya azab kubur, terlebih selain diuraikan secara lugas dalam Hadits, kebenaran azab kubur ternyata dijelaskan secara tersurat dalam al-Qur’an, sedangkan Hadits memberikan penjelasan detailnya.
Bagaimanap un, eksplorasi kata (“azab”, “kubur”, “barzakh”) yang dilakukan oleh Agus Mustofa lebih tampak seperti tugas pekerjaan rumah untuk tingkat taman kanak-kana k. Dengan hanya membaca al-Qur’an dan terjemahan nya dari sudut pandang pribadinya , beliau akan sulit untuk bisa sampai pada kebenaran. Sebab, sebagaiman a telah diuraikan pada bagian sebelumnya , upaya memahami al-Qur’an memerlukan keahlian tersendiri (tidak semua orang bisa menafsiri) , dan harus dilakukan secara holistik. Menafsiri al-Qur’an memerlukan perangkat keilmuan yang kompleks, memerlukan pengetahua n tentang asbâbun-nu zûl, nâsikh-man sûkh, munasabah, dll. Informasi mengenainy a tidak bisa dilepaskan dari Hadits-Had its Nabi.
Terkait dengan pembahasan tentang azab kubur, sebetulnya terdapat sejumlah ayat yang diturunkan terkait dengan azab kubur. Penjelasan ini didukung oleh Hadits-Had its yang kualitasny a tidak diragukan (shahîh), antara lain adalah sebagai berikut:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْل ِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَة ِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِ ينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ. (ابراهيم [14]: 27).
Allah meneguhkan (iman) orang-oran g yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatka n orang-oran g yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim [14]: 27).
Menurut para ulama, ayat di atas diturunkan berkenaan dengan azab kubur. Maka yang dimaksud adalah, Allah I meneguhkan keimanan orang-oran g yang beriman dengan kata-kata yang teguh (kalimat tauhid, lâ Ilâha illâ Allâh), baik di dunia maupun di alam kubur, ketika seseorang mendapatka n pertanyaan dari malaikat Munkar dan Nakir, sehingga ia bisa memberikan jawaban-ja waban yang benar. Karena itulah, Rasulullah e ketika selesai memendam mayat, beliau tidak langsung beranjak dari tempatnya, akan tetapi beliau berseru kepada para hadirin:
اسْتَغْفِر ُوا ِلأخِيْكُم وَاسْألوُا لَهُ التَّثْبِي ْتَ، فَإنَّهُ الآنَ يُسْألُ. (رواه أبو داود).
Mintakanla h ampun untuk saudara kalian (yang meninggal ini), dan doakanlah agar ia diteguhkan hatinya (berpegang teguh pada kalimat tauhid), sebab ia sekarang sedang ditanyakan . (HR. Abu Daud).
Penjelasan ini demikian kuat, sebab didukung oleh mayoritas pakar tafsir dan ahli Hadits, yang menyatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan azab kubur. Berikut kami cantumkan beberapa di antaranya:
عَنِ الْبَرَّاء ِ بْنِ عَازِبٍ t أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ e قَالَ: "الْمُسْلِ مُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ "يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْل ِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ" . (رواه الشيخان).
Dari al-Barra’ bin ‘Azib t, bahwa Rasulullah e bersabda: “Seorang Muslim, jika ditanya (oleh Malaikat Munkar dan Nakir) di dalam kubur, ia akan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah I, dan Nabi Muhammad e adalah utusan-Nya . Maka itulah yang dimaksud dengan firman Allah I: Allah meneguhkan (iman) orang-oran g yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. (HR. Bukhari Muslim).
عَنِ الْبَرَّاء ِ بْنِ عَازِبٍ t عَنِ النَّبِىِّ e قَالَ: "إِذَا أُقْعِدَ الْمُؤْمِن ُ فِى قَبْرِهِ أُتِىَ، ثُمَّ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ "يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْل ِ الثَّابِتِ ". حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بِهَذَا وَزَادَ "يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا" نَزَلَتْ فِى عَذَابِ الْقَبْرِ. (رواه البخاري).
Dari al-Barra’ bin ‘Azib t, bahwa Rasulullah e bersabda: Jika seorang mukmin berada di dalam kuburnya, lalu ia didatangi (dua malaikat), kemudian ia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka itulah maksud dari firman Allah I: Allah meneguhkan (iman) orang-oran g yang beriman dengan ucapan yang teguh.
Muhammad bin Bisyr bercerita kepadaku, Ghundar bercerita kepadaku, Syu‘bah menceritak an Hadits yang sama, dan menambah: (bahwa firman Allah I)“yutsabb itullâh…” diturunkan dalam masalah azab kubur. (HR. Bukhari).
Tidak sebagaiman a kesimpulan Agus Mustofa, serta persepsiny a yang mengatakan tidak ada pijakan yang kuat tentang azab kubur dari al-Qur’an, ayat di atas justru dengan tegas diturunkan dalam rangka menjelaska n kebenaran adanya azab kubur. Di samping itu, sebetulnya di dalam al-Qur’an terdapat ayat lain yang menjadi pijakan kuat bagi kebenaran adanya azab kubur, dan didukung oleh pendapat para ulama ahli, yang sebagian kami uraikan sebagai berikut:
أَلْهَاكُم ُ التَّكَاثُ رُ حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِ رَ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُون َ. (التكاثر [102]: 1-3).
Bermegah-m egahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanm u itu). (QS. At-Takatsu r [102] 1-3).
Dalam menafsirka n ayat ini, pemuka pakar tafsir dan ahli sejarah, al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabar i, mengatakan :
وَقَوْلُهُ : "حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِ رَ" يَعْنِيْ: حَتىَّ صِرْتُمْ إلىَ المَقَابِر فَدُفِنْتُ مْ فِيها؛ وَفي هَذا دَلِيلٌ عَلىَ صِحَّةِ القَوْلِ بِعَذابِ القَبْرِ، ِلأنَّ اللهَ تَعَالىَ ذَكَرَهُ، أخْبَرَ عَن هَؤُلاَءِ القَوْمِ الَّذِيْنَ ألهاَهُمْ التكَّاَثُ ر، أنَّهُمْ سَيَعْلَمُ ونَ مَا يَلْقَوْنَ إذَا هُمْ زَارُوْا القُبُورَ وَعِيْدًا مِنْهُ لَهُمْ وَتَهَدُّد ًا.
Firman Allah I: “Hatta zurtum al-maqabir ”, maksudnya adalah: Sehingga kamu meninggal dan dikebumika n di dalam kuburan. Ayat ini merupakan dalil atas kebenaran adanya azab kubur. Karena Allah I telah menyebut kubur dan memberitak an kepada kaum-kaum yang lalai dalam menumpuk-n umpuk harta, bahwa kelak mereka akan mengetahui apa yang akan menimpa mereka, ketika mereka telah memasuki alam kubur. Informasi ini merupakan ancaman dan intimidasi untuk mereka.
Kesimpulan dari at-Thabari ini diperkuat oleh Hadits yang bermuara kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib t berikut:
عن عليّ t، قَالَ: كُنَّا نَشُكُّ فَي عَذَابِ القَبْرِ، حَتَّى نَزَلَتْ هَذِهِ الآيةُ: " أَلْهَاكُم ُ التَّكَاثُ رُ حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِ رَ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُون َ" في عذاب القبر.
Dari Sayyidina Ali t, beliau berkata: pada mulanya saya agak ragu tentang azab kubur, sehingga turunlah ayat ini “alhâkumut -takâtsur, hattâ zurtumul-m aqâbir, kallâ saufa ta‘lamûn” yang diturunkan dalam masalah azab kubur.
Lebih tegas lagi, adalah penafsiran Ibnu ‘Abbas tentang ayat ini, yang dikutip Ibnu ‘Adil dalam tafsirnya, sebagaiman a berikut:
قال ابن عباس: (قوله تعالى): "كَلاَّ سَوفَ تَعْلمُونَ " اي مَا يَنْزِلُ بِكُمْ مِنَ العَذَابِ فِي القُبُورِ.
Ibnu Abbas t berkata: “Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui ”. Maksudnya adalah, kelak kalian akan mengetahui azab kubur yang akan ditimpakan pada kalian..
Selain dua ayat di atas, ada lagi ayat lain yang diturunkan berkenaan dengan siksa kubur, sebagaiman a penjelasan berikut:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُ هُ يَوْمَ الْقِيَامَ ةِ أَعْمَى. (طه [20]: 124).
Dan barangsiap a berpaling dari peringatan -Ku, maka sesungguhn ya baginya penghidupa n yang sempit, dan Kami akan menghimpun kannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha [20]: 124).
Penjelasan mengenai sebab turunnya ayat ini diriwayatk an oleh Abu Hurairah t berikut:
عن أبي هُرَيْرَةَ t عن النبي e في قَوْلِهِ جَلَّ وَعَلاَ "فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا". قَالَ: "عَذَابُ القَبْرِ. (رواه ابن حبان).
Dari Abi Hurairah t, dari Nabi Muhammad e, mengenai firman Allah I “fa inna lahû ma‘îsyatan dhanka”, beliau bersabda: “(Maksud ayat ini adalah) siksa kubur. (HR. Ibnu Hibban).
Lebih tegas lagi adalah Hadits riwayat Abu Hurairah t yang diriwayatk an oleh Imam Ahmad dan Ibnu Hibban sebagai berikut:
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ e قَالَ: "إِنَّ المُؤْمِنَ فِي قَبْرِهِ لَفِي رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ وَيُرَحَّب ُ لَهُ قَبْرُهُ سَبْعُونَ ذِرَاعًا وَيُنَوَّر ُ لَهُ كَالقَمَرِ لَيلَةَ البَدْرِ، أَتَدْرُون َ فِيمَا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الأيةُ (فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُ هُ يَوْمَ القِيَامَة ِ أَعْمَى) أَتَدْرُون َ مَا المَعِيْشَ ةُ الضَّنْكَة ُ ؟" قَالُوا: اللهُ ورَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: "عَذَابُ الكَافِرِ فِي قَبْرِهِ، وَالذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُ يُسَلَّطُ عَلَيهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُون َ تِنِّيْنًا ، أَتَدْرُون َ مَا التِّنِّيْ نُ؟ سَبْعُونَ حَيَّةً، لِكُلِّ حَيَّةٍ سَبْعُ رُؤُوسٍ يَلْسَعُون َهُ وَيَخْدِشُ ونَهُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة ِ". (رواه أحمد في مسنده وابن حبان في صحيحه).
Dari Abu Hurairah t, dari Rasulullah e, beliau bersabda: “Sesungguh nya orang mukmin dalam kuburnya berada dalam kebun yang hijau, dan kuburnya diluaskan menjadi 70 hasta, dan terang-ben derang seperti bulan purnama, apakah kalian tahu, dalam masalah apa ayat “Maka sesungguhn ya baginya penghidupa n yang sempit, dan Kami akan menghimpun -kannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” itu diturunkan ?” Para Sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui ”. Nabi e bersabda: “(Ayat ini diturunkan menjelaska n) siksaan orang kafir dalam kuburnya. Demi Allah, ia telah diberi 77 tinnin, apakah kalian tahu apa itu tinnin? Tinnin itu adalah ular, masing-mas ing ular memiliki tujuh kepala yang menyengatn ya dan menggigitn ya sampai Hari Kiamat. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Tiga ayat di atas (QS. Ibrahim [14]: 27, QS. At-Takatsu r [102] 1-3, dan QS. Thaha [20]: 124), menjelaska n tentang azab kubur dari sisi asbâbun-nu zûl (sebab diturunkan nya suatu ayat). Artinya, dua ayat tersebut diturunkan dalam rangka menjelaska n tentang kebenaran adanya azab kubur. Kesimpulan ini telah final, berdasarka n kesepakata n para ulama tafsir dan Hadits, dengan didukung data-data dari Hadits-Had its yang kuat. Dan seharusnya , ini sudah cukup untuk mementahka n praduga Agus Mustofa, yang berkesimpu lan bahwa azab kubur tidak memiliki pijakan kuat dari al-Qur’an, serta menganggap Hadits-Had its sahih tentang azab kubur hanya sikasaan mental. Buktinya Hadits-Had its di atas dengan tegas menjelaska n tentang siksaan fisik—seba gaimana kami jelaskan dalam uraian lebih lanjut.
Selebihnya , ada pernyataan -pernyataa n lain dari al-Qur’an yang secara substansia l menunnjukk an tentang kebenaran adanya azab kubur. Seorang mufasir terkemuka, al-Imam Fakhruddin ar-Razi (544-606 H/1150-121 0 M), memberikan ulasan lugas mengenai ayat lain dalam al-Qur’an yang menjelaska n tentang hal ini, sebagaiman a berikut:
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْن ِ وَأَحْيَيْ تَنَا اثْنَتَيْن ِ فَاعْتَرَف ْنَا بِذُنُوبِن َا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ. (غافر [40]: 11).
Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupk an kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (QS. Ghafir [40]: 11).
Menurut ar-Razi, ayat ini memberikan petunjuk yang jelas terhadap adanya azab kubur. Hal ini di faham dari kata-kata “amattana itsnataini ” (dimatikan dua kali). Mati yang pertama adalah kematian yang terjadi di dunia (yang kemudian dikuburkan ), sedangkan mati yang kedua adalah mati yang akan dialami semua orang setelah mereka dihidupkan di dalam kubur.
Penjelasan dari ayat ini bertentang an secara diametral dengan pemikiran yang dimunculka n oleh Agus Mustofa, di mana menurut beliau, orang-oran g yang mati di dalam kubur tak ubahnya dengan orang yang tidur, sehingga ketika mereka dibangkitk an, mereka merasa hanya berada selama satu atau setengah hari di dalam kubur. Artinya orang-oran g yang berada di dalam kubur tidak hidup, namun tetap mati, atau laksana orang yang tidur, dengan mengutip beberapa ayat yang diduga bisa memberikan dukungan terhadap pemikirann ya, seperti QS. Ar-Rum [30]: 55 dan al-Isra’ [17]: 52, Yasin [36]: 52, yang tanggapann ya akan kami jelaskan lebih lanjut.
Ar-Razi menjelaska n bahwa kata-kata “imâtah” yang merupakan akar kata “amattanâ” berarti “mematikan ”. Jadi, ayat di atas menunjukka n terjadinya kematian setelah seseorang hidup di dunia. Ini adalah kematian yang pertama. Sedangkan kematian yang kedua adalah kematian setelah kehidupan di dalam kubur. Selanjutny a, jika kehidupan di dalam kubur adalah sebuah kebenaran yang pasti (haqq), berarti nikmat dan siksa kubur juga merupakan kepastian Allah I yang tidak terbantahk an, sebagaiman a dijelaskan secara lugas dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Had its Nabi.
Dengan demikian, maka pernyataan yang berseberan gan dari Agus Mustofa justru sangat mengherank an. Ironi ini selanjutny a lebih diperparah lagi dengan statemen beliau yang lain, yakni menuding ayat yang menjelaska n kebenaran adanya azab kubur secara tegas sebagai ayat yang memunculka n interpreta si ‘spekulati f’. Ayat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الأعْرَابِ مُنَافِقُو نَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَ ةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لا تَعْلَمُهُ مْ نَحْنُ نَعْلَمُهُ مْ سَنُعَذِّب ُهُمْ مَرَّتَيْن ِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ. (التوبة [9]: 101).
Di antara orang-oran g Arab Badwi yang di sekeliling mu itu, ada orang-oran g munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlalua n dalam kemunafika nnya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali, kemudian mereka akan dikembalik an pada azab yang besar. (QS. At-Taubah [9]: 101).
Ayat di atas menjelaska n tentang orang-oran g munafik yang berada di sekitar Madinah, yang berpura-pu ra beriman kepada Nabi Muhammad e, namun sejatinya mereka tidak beriman dan tetap memusuhi serta menaruh dendam kepada Nabi Muhammad e. Karena itu Allah I mengancam mereka dengan azab yang berlipat ganda, yakni dengan aib, cela dan kerugian yang menimpa diri mereka, keluarga serta harta benda mereka di dunia, dan siksaan-si ksaan yang pedih di dalam kubur. Inilah yang dimaksud dengan kata-kata “disiksa dua kali” dalam ayat di atas. Setelah siksa kubur berakhir, Allah I akan menghukum mereka dengan “azab yang besar”, yakni siksa yang pedih dan abadi di dalam neraka.
Redaksi ayat tersebut teramat jelas hingga nyaris tak memerlukan interpreta si apapun, bahkan tidak mungkin diseleweng kan pada pemahaman- pemahaman yang lain, apalagi kemudian disangsika n kebenarann ya sebagai ayat yang memberikan informasi akurat tentang adanya azab kubur (seperti yang dilakukan Agus Mustofa). Karena itulah Imam al-Bukhari dalam Shahîhul-B ukhârî menjadikan ayat ini (QS. At-Taubah [9]: 101) sebagai salah satu landasan utama dalam menetapkan keyakinan adanya azab kubur, di samping QS. Ghafir [40]: 45-46;
النَّارُ يُعْرَضُون َ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ . (غافر [40]: 46).
Kepada mereka ditampakka n neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanl ah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (QS. Ghafir [40]: 46).
Tidak sebagaiman a praduga Agus Mustofa, surat ini (QS. Ghafir [40]: 46) justru merupakan dalil paling lugas (ashrahu dalîlin) dari al-Qur’an yang menjelaska n tentang kebenaran adanya azab kubur.
Namun, betapapun dalil-dali l dari al-Qur’an di atas begitu kuat, Agus Mustofa bersikeras dengan pandangan pribadinya (tak ada azab kubur), dengan cara menafsiri al-Qur’an sesuai pemikiran beliau, serta mengesampi ngkan Hadits-Had its sahih yang menjelaska n kebenaran azab kubur yang berupa siksaan secara fisik, dan mengatakan jika semua cerita tentang malaikat dalam kubur beserta siksa-siks a kubur yang mengerikan itu hanya sebagai ‘dongeng’ yang sering kita dengar sewaktu kecil, dan itu hanya sekadar ilusi belaka. Agus Mustofa menulis:
Selama ini banyak yang beranggapa n bahwa badan orang yang meninggal mengalami pembalasan , berupa siksa atau sebaliknya , di dalam kubur. Pada waktu kecil, kita sering mendengar pengajian di kampung, dari guru atau orang-oran g di sekitar kita, bahwa seorang yang meninggal bakal didatangi oleh malaikat Munkar Nakir. Mereka bertugas untuk menanyai si orang meninggal tersebut. “Siapa Tuhanmu?”, “Siapa Nabimu”?, “Apa Kitabmu?”, “Apa agamamu”?, dan seterusnya . Jika si mayit tidak bisa menjawab, maka malaikat bakal menghajarn ya dengan menggunaka n cemeti atau gada, sampai badannya hancur, kemudian dijepit oleh tanah yang merekah…
Gambaran-g ambaran semacam ini masih terekam kuat dibenak kebanyakan kita. Bukan hanya karena berulangka li dibacakan oleh ‘petugas’ kepada salah satu di antara kita saat meninggal dan baru dikubur. Tapi juga dikarenaka n cerita-cer ita itu disebarkan dalam bentuk komik-komi k untuk konsumsi anak-anak di jaman itu. Ketika dewasa saya merasa penasaran dan mencari sumber itu dari dalam al-Qur’an. Ternyata memang tidak memiliki pijakan yang kuat. (Tak Ada Azab Kubur?, hlm. 157-158).
Saya tidak akan melakukan pembahasan tentang Hadits-Had its itu di sini, karena akan membutuhka n ruang yang sangat besar. Akan tetapi secara umum, Hadits-Had its yang bercerita tentang siksa kubur dalam konteks ‘siksaan badan’ memang berasal dari Hadits-Had its yang tidak bisa dipertangg ung-jawabk an. Sedangkan Hadits-Had its sahih lebih bercerita azab-azab kubur secara normatif. Bahwa ada azab kubur, tetapi tanpa penjelasan detail bentuk siksaan yang dialami oleh para arwah itu. (Tak Ada Azab Kubur?, hlm. 155).
Barangkali Agus Mustofa tidak tahu, bahwa apa yang beliau sebut sebagai cerita yang sering didengar pada waktu kecil itu, yang kita dengar dari ceramah-ce raham di kampung, sejatinya adalah Hadits-Had its Nabi Muhammad e yang tidak diragukan kesahihann ya? Hadits-Had its itu secara literal juga menjelaska n siksaan kubur secara fisik, bukan hanya secara mental. Maka, betapa nistanya kita, jika mengaku sebagai umat Nabi Muhammad e, namun di samping itu kita menolak mentah-men tah Hadits-Had its beliau yang sahih, hanya karena tidak sejalan dengan pikiran pribadi dan hawa nafsu semata? Marilah kita simak sebagian di antara Hadits-Had its shahih dimaksud:
عَنْ أَنَسٍ t عَنِ النَّبِىِّ e قَالَ: "الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِهِ، وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُه ُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِم ْ، أَتَاهُ مَلَكَانِ فَأَقْعَدَ اهُ فَيَقُولاَ نِ لَهُ مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ e فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُه ُ. فَيُقَالُ انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنَ النَّارِ، أَبْدَلَكَ اللَّهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنَ الْجَنَّةِ . قَالَ النَّبِىُّ e: فَيَرَاهُم َا جَمِيعًا-و َأَمَّا الْكَافِرُ أَوِ الْمُنَافِ قُ فَيَقُولُ: لاَ أَدْرِى، كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ. فَيُقَالُ لاَ دَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ. ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَ ةٍ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ ، فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَ ا مَنْ يَلِيهِ إِلاَّ الثَّقَلَي ْنِ. (رواه البخاري).
Dari Anas t, dari Rasulullah e beliau bersabda: “Seorang hamba ketika telah (rampung) di kubur, serta para pengantar telah pulang semua dan ia mendengar bunyi sandal mereka, maka datanglah dua malaikat (Munkar-Na kir), lalu keduanya mendudukka nnya seraya bertanya, “Bagaimana pendapatmu tentang Nabi Muhammad e? Lalu ia menjawab, “Saya bersaksi bahwa beliau adalah hamba Allah I dan utusan-Nya . Lalu kedua malaikat berkata: Lihatlah tempat asalmu di neraka, sekarang telah diganti oleh Allah I dengan tempat di surga.
Kemudian Nabi bersabda: Lalu ia melihat kedua tempat tersebut (tempat di neraka dan tempat di surga, sehingga bertambahl ah kegembiraa nnya).
Adapun orang kafir atau orang munafik (ketika menjawab) akan berkata, “Saya tidak tahu, saya menjawab sebagaiman a orang lain menjawab. Lalu dikatakan kepadanya, “Kamu tidak faham dan kamu tidak membaca”. Lalu ia dipukul satu pukulan dengan palu dari besi antara dua telinganya , sehingga ia menjerit dengan suara lantang yang dapat didengar oleh sesuatu yang ada di sampingnya , kecuali manusia dan jin. (HR. Bukhari).
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها أَنَّ يَهُودِيَّ ةً دَخَلَتْ عَلَيْهَا، فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ، فَقَالَتْ لَهَا أَعَاذَكِ اللَّهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ رَسُولَ اللَّهِ e عَنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالَ: "نَعَمْ عَذَابُ الْقَبْرِ" . قَالَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها: فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ e بَعْدُ صَلَّى صَلاَةً إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْر. زَادَ غُنْدَرٌ: "عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ". (رواه البخاري).
Diriwayatk an dari Sayyidah Aisyah radhiyallâ hu ‘anhâ, bahwa seorang perempuan Yahudi masuk kepada beliau, seraya bertutur tentang azab kubur. Lalu Sayyidah Aisyah berkata, “Mudah-mud ahan Allah I melindungi mu dari azab kubur”. Kemudian Sayyidah Aisyah bertanya kepada Rasulullah e tentang azab kubur, lalu Nabi e menjawab: “Betul, azab kubur itu ada”. Lalu Sayyidah Aisyah berkata: “Lalu setelah itu, saya tidak pernah melihat Rasulullah e salat melainkan beliau memta perlindung an kepada Allah I dari azab kubur. Imam Ghundar menambahka n dalam riwayatnya , bahwa Nabi e bersabda: “Ya. Azab kubur itu benar adanya.” (HR. Bukhari).
Berdasarka n dalil-dali l yang teramat kuat dan akurat ini, maka tidak heran apabila para ulama megatakan bahwa ulama Ahlussunna h wal Jamaah bersepakat bahwa azab kubur adalah benar adanya (haqq), sebagaiman a pernyataan Imam Abu Bakar bin Mujahid berikut:
قَالَ أبُو بَكْرِ بنُ مُجَاهِد: أجْمَعَ أهْلُ السُّنَّةِ أنَّ عَذَابَ القَبْرِ حَقٌّ، وَأنَّ الناَّسَ يُفْتَنُون َ فيِ قُبُورِهِم ْ بَعْدَ أنْ يُحْيُوْا فِيْهَا وَيُسأَلوُ ا فِيْهَا، وَيُثَبِّت ُ اللهُ مَنْ أحَبَّ تَثْبِيْتَ هُ مِنْهُمْ.
Abu Bakar bin Mujahid berkata: Ulama Ahlussunna h wal Jamaah bersepakat bahwa azab kubur adalah benar adanya, dan bahwa manusia akan mendapatka n cobaan di dalam kubur-kubu r mereka, setelah mereka hidup dan ditanyai oleh malaikat di dalam kubur, dan Allah I meneguhkan hati orang-oran g dikehendak i-Nya di antara mereka.
Dengan demikian, berarti pemikiran Agus Mustofa telah berseberan gan dengan nash al-Qur’an, ajaran Hadits Nabi Muhammad e, dan kesepakata n para ulama sepanjang masa.
Untuk melengkapi akurasi data-data al-Qur’an dan Hadits di atas, berikut kami kutip Hadits-Had its yang berkenaan dengan azab kubur dari Kutubus-Si ttah (Enam Kitab Hadits Induk), masing-mas ing satu Hadits, kendati pada setiap Kitab Hadits yang enam itu terdapat puluhan sampai ratusan dalil mengenainy a. Bahkan, terdapat beberapa kitab yang secara khusus menghimpun dalil-dali l tentang azab kubur, seperti kitab Itsbâtu ‘Adzâbil-Q abri (Memantapk an Kebenaran Azab Kubur) karya Imam al-Baihaqi , Ahwâlul-Qa bri (Kepanikan -Kepanikan dalam Kubur) karya Abul-Faraj Abdurrahma n bin Syaikh Abdurrahma n bin Syihabuddi n Ahmad bin Rajab, dll.
عَنْ أبيِ هُرَيْرَة t قال: كانَ رَسُولُ اللهِ e يَدْعُو "اللَّهُمّ َ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَا تِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّال ِ. (رواه البخاري).
Dari Abu Hurairah t berkata: Rasulullah e pernah berdoa “Ya Allah saya berlindung kepadamu dari siksa kubur dan siksa neraka serta fitnah (dalam) hidup dan mati serta kejelekan dajjal. (HR. Bukhari).
"...إِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ تُبْتَلَى فِى قُبُورِهَا فَلَوْلاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُو ا لَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُسْمِعَكُ مْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِى أَسْمَعُ مِنْهُ". ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ: "تَعَوَّذُ وا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ". قَالُوا: نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ فَقَالَ: "تَعَوَّذُ وا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ" . قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. (رواه مسلم).
…Sesungguh nya umat ini diuji di dalam kuburnya, andaikan (tidak kawatir) orang yang mati tidak dipendam maka niscaya aku berdoa kepada Allah I agar kalian diperdenga rkan azab kubur sebagaiman a yang aku dengar. Lalu Rasulullah e berpaling kepada kita seraya bersabda “mintalah perlindung an kepada Allah I dari siksa neraka” lalu para Sahabat berkata “kami berlindung kepada Allah dari siksa neraka. Kemudian Nabi e berseru “mintalah perlindung an kepada Allah I dari siksa kubur”. lalu para Sahabat berkata “Kami berlindung kepada Allah dari siksa kubur.” (HR. Muslim).
عَنِ الْبَرَّاء ِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ e فِى جَنَازَةِ رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَار ِ فَانْتَهَي ْنَا إِلَى الْقَبْرِ وَلَمَّا يُلْحَد فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ e وَجَلَسْنَ ا حَوْلَهُ كَأَنَّمَا عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرُ وَفِى يَدِهِ عُودٌ يَنْكُتُ بِهِ فِى الأَرْضِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: "اسْتَعِيذ ُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ" . مَرَّتَيْن ِ أَوْ ثَلاَثًا. (رواه أبو داود).
Dari Barra’ bin ‘Azib berkata: (suatu ketika) kita bersama Rasulullah e mengiringi janazah seorang lelaki dari Sahabat anshar hingga sampai ke kuburan. Ketika mayat sudah (rampung) dikubur kemudian Rasulullah e duduk dan kita pun duduk mengelilin ginya (dengan tenang) seakan-aka n di atas kepala kita ada burung, sedangkan Nabi e memegang kayu sambil memukulkan nya ke atas tanah, kemudian Nabi e mengangkat kepalanya seraya bersabda “ Mintalah perlindung an kepada Allah I dari siksa kubur” sabda itu diucapkan dua atau tiga kali. (HR. Abu Dawud).
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ e صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ يَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْه ُ وَاعْفُ عَنْهُ وَعَافِهِ - إلى قوله e - وَقِهِ عَذَابَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ. (رواه النسائي).
Dari ‘Auf bin Malik berkata: saya mendengar Rasulullah e ketika salat janazah beliau berdoa “ Ya Allah ampunilah dia dan kasihanila h dia …… dan jagalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka. (HR. An-Nasa’i) .
عَنِ الْمِقْدَا مِ بْنِ مَعْدِيكَر ِبَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e: "لِلشَّهِي دِ عِنْدَ اللَّهِ سِتُّ خِصَالٍ يُغْفَرُ لَهُ فِى أَوَّلِ دَفْعَةٍ وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَيَأْمَنُ مِنَ الْفَزَعِ الأَكْبَرِ وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ الْيَاقُوت َةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا وَيُزَوَّج ُ اثْنَتَيْن ِ وَسَبْعِين َ زَوْجَةً مِنَ الْحُورِ الْعِينِ وَيُشَفَّع ُ فِى سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِه ِ". (رواه الترمذي).
Dari Miqdam bin Ma‘dikarib a berkata: Rasulullah e bersabda: “Disisi Allah I orang yang mati syahid akan mendapatka n enam jaminan. Pada awal mula dosanya diampuni; ia akan melihat tempatnya di surga; diselamatk an dari azab kubur; mendapatka n keamanan di Hari Kiamat; mendapatka n mahkota keagungan yang terbuat dari yakut, yang lebih baik daripada dunia dan seisinya; akan dikawinkan dengan 72 bidadari yang cantik-can tik; dan 70 kerabatnya akan mendapatka n syafaat. (HR. At-Tirmidz i).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ t قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e: "أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَ الْبَوْلِ" . (رواه ابن ماجة).
Dari Abu Hurairah t, beliau berkata, Rasulullah e bersabda: “Kebanyaka n azab kubur berawal dari masalah kencing. (HR. Ibnu Majah).
Penafsiran QS. Al-Isra’ [17]: 52
Hal yang tidak boleh ditinggalk an dari rangkaian pemikiran Agus Mustofa adalah penafsiran beliau terhadap QS. Al-Isra’ [17]: 52 dan yang senada (QS. Ar-Rum [30]: 55 dan Yasin [36]: 52). Ayat-ayat tersebut diasumsika n sebagai ayat yang memberikan legitimasi bagi tidak adanya azab kubur. Bahkan dalam bukunya yang lain, Ternyata Akhirat Tidak Kekal (hlm, 146), beliau menulis secara tegas bahwa orang yang meninggal tidak merasakan apapun. Seseorang di dalam kuburnya hanya sebentar, dan tanpa disadari Kiamat sudah tiba.
Benarkah demikian? Kalau begitu berarti ayat-ayat tersebut bertentang an dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Had its yang menjadi dalil lugas bagi kebenaran adanya azab kubur, sebagaiman a kita ulas di atas. Tapi dalam al-Qur’an tidak mungkin terjadi pertentang an, bukan? Kalau begitu berarti di sini ada ketidakber esan yang perlu untuk di-clear-k an. Mari kita simak redaksi ayatnya dengan seksama terlebih dahulu:
يَوْمَ يَدْعُوكُم ْ فَتَسْتَجِ يبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّو نَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا. (الإسراء [17]: 52).
Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-N ya sambil memuji-Nya , dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur/di dunia) kecuali sebentar saja. (QS. Al-Isra’ [17]: 52).
Ayat ini dan beberapa ayat sebelumnya menjelaska n tentang orang-oran g yang mengingkar i hari berbangkit (ba‘ats). Ketika orang-oran g kafir dan musyrik yang mengingkar i ba‘ats itu mendengar penjelasan al-Qur’an mengenai kebenaran hari berbangkit , mereka bertanya seraya mengingkar i, “Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-bend a yang hancur, apa kami benar-bena r akan dibangkitk an kembali sebagai makhluk yang baru?” (QS. Al-Isra’ [17]: 49).
Karena itu Allah I memerintah kan Nabi-Nya untuk menjawab kepada mereka, bahwa hal itu sangat mudah bagi Allah I. Sebab jika Allah I bisa menciptaka n mereka dari ketiadaan, maka tentu lebih mudah lagi mengembali kan mereka dari kehancuran pada keadaan semula. (QS. Al-Isra’ [17]: 51).
Selanjutny a mereka kembali bertanya, “Kapan hari berbangkit itu akan terjadi?”, maka kembali dijawab bahwa hari itu tidak akan lama lagi dan pasti terjadi, “Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-N ya sambil memuji-Nya , dan kamu mengira bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur/di dunia) kecuali sebentar saja:. (QS. Al-Isra’ [17]: 52).
Khusus berkenaan dengan penafsiran QS. Al-Isra’ [17]: 52, bahwa dari seluruh tafsir al-Qur’an yang ada, bisa disimpulka n ada tiga penafsiran yang berbeda namun tidak bertentang an antara satu dengan yang lain. Bahkan masing-mas ing penafsiran memperkuat terhadap sebagian yang lain. Namun yang jelas, ketiga penafsiran ini sangat berseberan gan dengan pemikiran Agus Mustofa, yang mengatakan bahwa penafsiran dari ayat ini adalah semua orang yang berada di dalam kubur tidak merasakan apa-apa, bahkan mereka seperti tidur dalam waktu yang sebentar.
Tiga penafsiran itu adalah sebagai berikut:
Pertama, adalah pendapat yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud “diam yang dirasa sebentar” itu terjadi antara dua tiupan sangkakala ; tiupan pertama adalah ketika Allah I menghancur kan alam semesta, sedangkan tiupan kedua ketika Allah I mengganti langit dan bumi alam dunia dengan langit dan bumi yang lain. Pada jeda di antara dua tiupan itulah siksaan di dalam kubur dihentikan (pause). Lama antara dua tiupan itu adalah 40 tahun. Lalu ketika orang-oran g kafir dibangunka n dari masa jeda ini, mereka terkejut dan menyangka bahwa masa jeda mereka di dalam kubur hanya sebentar. Pernyataan orang kafir ini juga diceritaka n dalam ayat al-Qur’an yang lain:
قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَ ا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَن ُ وَصَدَقَ الْمُرْسَل ُونَ. (يس [36]: 52).
Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkit kan kami dari tempat-tid ur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasu l(Nya). (QS. Yasin [36]: 52).
Kedua, pendapat yang bersumber dari Imam Hasan al-Bashri, bahwa yang dimaksud “diam yang dirasa sebentar” itu terjadi di dunia. Mereka menganggap bahwa hidup di dunia sangat sebentar sekali jika dibandingk an dengan kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Ketiga, pendapat yang bersumber dari Imam Muqatil, bahwa yang dimaksud “diam yang dirasa sebentar” itu terjadi di alam kubur. Hal demikian karena mereka yakin bahwa periode kehidupan akhirat yang abadi jauh lebih lama jika dibandingk an dengan kehidupan di alam kubur. Sebab mereka keluar dari siksaan kubur yang pedih menuju siksa alam akhirat yang jauh lebih pedih dan lebih lama dibanding siksa di alam kubur.
Dari ketiga penafsiran ini bisa dipadukan sebagai berikut: bahwa orang-oran g yang mengingkar i hari berbangkit itu merasa bahwa masa di antara dua tiupan sangkakala teramat sebentar, masa kehidupan di dunia juga sebentar, dan masa kehidupan di alam kubur juga sebentar, jika semua itu dibandingk an dengan kehidupan alam akhirat yang kekal abadi, meskipun realitanya dari masing-mas ing kehidupan itu tidak sebentar. Jadi, ayat ini dan semacamnya , sama sekali tidak menafikan kebenaran adanya azab kubur (sebagaima na dugaan Agus Mustofa). Namun hanya merupakan ungkapan perbanding an antara zaman yang sebentar dan tidak kekal, dengan periode kehidupan yang kekal abadi.
* * *
Selepas meluruskan asumsi-asu msi Agus Mustofa mengenai ketiadaan azab kubur yang disandarka n pada “eksploras i kata” dalam al-Qur’an, di sini kita akan melanjutka n pembedahan ‘argumenta si-argumen tasi’ Agus Mustofa yang lain, yakni menafikan kebenaran azab kubur dengan berdasarka n pemahaman bahwa ternyata “azab kubur” juga tidak muncul sebagai salah satu rukun iman, sehingga dengan demikian tentu saja tidak perlu dipercayai ! (Tak Ada Azab Kubur?, hlm. 154-155). Banarkan pemahaman ini sudah sesuai dengan akidah Islam?
Jawaban dari pertanyaan di atas sudah pasti negatif. Artinya jelas dugaan Agus Mustofa bertolak belakang dengan akidah Islam. Pemahaman bahwa “azab kubur tidak ada” karena ia ‘tidak tercantum’ dalam item-item rukun iman yang enam, pada dasarnya berangkat dari ketidakfah aman terhadap arti akan rukun-ruku n iman itu sendiri. Dan jika seseorang tidak faham terhadap arti dari rukun-ruku n iman itu, maka sangat mungkin ia akan memunculka n pemahaman- pemahaman serta keyakinan- keyakinan yang keliru, seperti “akhirat tidak kekal”, “tidak ada azab kubur”, dan semacamnya .
Sebetulnya , kebenaran azab kubur juga merupakan akidah yang harus diyakini oleh setiap umat Islam. Sebab keyakinan ini didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Had its sahih yang diajarkan oleh Rasul (Muhammad e), serta kesepakata kan (ijmak) ulama Islam. Tidak percaya pada adanya azab kubur berarti tidak percaya terhadap Kitab Allah I (yang merupakan rukun iman ketiga), sebab dalil-dali lnya sudah sangat jelas dari al-Qur’an, seperti telah diuraikan di atas. Tidak percaya pada adanya azab kubur juga berarti tidak percaya pada Hadits-Had its yang dibawa oleh Nabi-Nya, alias tidak membenarka n dan meyakini dengan sebenarnya , bahwa Nabi Muhammad e adalah utusan Allah I (rukun Islam pertama yang termaktub dalam syahâdatai n dan rukun iman keempat).
Artinya, orang yang bersaksi bahwa Nabi Muhammad e adalah utusan Allah I, berarti juga harus percaya dan membenarka n terhadap apa yang dibawa oleh beliau, berupa ajaran-aja ran dalam agama Islam, termasuk mengenai kebenaran adanya azab kubur. Jadi, bersaksi bahwa Nabi e adalah utusan Allah I namun menolak ajaran yang dibawanya, pada dasarnya adalah absurd, dan pengakuan itu sama saja dengan bohong, dan berarti telah menolak terhadap rukun Islam yang paling pokok.
Berikut kami kutip penjabaran dari Syekh Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim Ba ‘Alawi, mengenai arti beriman kepada Nabi Muhammad e yang tercantum dalam kalimat syahadat:
وَمَعْنَى أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ e أَنْ تَعْلَمَ وَتَعْتَقِ دَ وَتُصَدِّق َ وَتُؤْمِنَ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّن َا مُحَمّدَ بْنَ عَبْدِالله ِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِب ِ ابْنِ هَاشِمٍ بنِ عَبْدِ مَنَافٍ القُرَشِيّ َ عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُه ُ e إِلَى جَمِيْعِ الخَلْقِ وُلِدَ بِمَكَّةَ وَبُعِثَ بِهَا وَهَاجَرَ إلى المَدِيْنَ ةِ وَدُفِنَ فِيْهَا، وَأَنَّهُ e صَادِقٌ فِي جَمِيْعِ مَا أَخْبَرَ بِهِ، فَمِنْ ذَلِكَ عَذَابُ القَبْرِ وَنَعِيْمُ هُ وَسُؤَالُ المَلَكَيْ نِ مُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ .
Arti dari pernyataan “Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad e adalah utusan Allah” adalah, bahwa Anda mengetahui , meyakini, membenarka n, dan mengimani bahwa Tuan kita dan Nabi kita, yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf al-Qurasyi , adalah hamba Allah dan utusan-Nya kepada seluruh makhluk. Beliau dilahirkan dan diutus di Mekah kemudian hijrah di Madinah serta wafat dan dikebumika n di sana, dan sesungguhn ya beliau e benar (dan pasti benar) dalam semua berita yang di bawa oleh Nabi e, di antaranya adalah (berita tentang) adanya siksa kubur serta nikmat kubur, dan pertanyaan dua malaikat Munkar dan Nakir.
Siapa Pendiri Ideologi Ini?
Keyakinan akan adanya kehidupan di alam kubur, pertanyaan , kenikmatan dan siksa kubur, merupakan ketetapan yang termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits, dan merupakan hal yang disepakati oleh para ulama Ahlussunna h wal Jamaah, sejak periode Sahabat hingga saat ini.
Beberapa orang dari kelompok Muktazilah memelopori produk pemikiran bidah, dengan mengatakan bahwa azab kubur tidak ada, dengan berlandask an pada ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirka n secara keliru. Yang paling populer di antara mereka adalah Dhirar bin ‘Amr al-Qadhi (m. 190 H/805 M) dan Bisyr bin Ghayats al-Marisiy (m. 218 H/833 M).
Dhirar bin ‘Amr al-Qadhi beraliran Muktazilah . Aliran sesat yang ciri khas pemikirann ya memposisik an akal di atas wahyu. Kendati demikian, Dhirar memunculka n pendapat-p endapat pribadi yang justru bertentang an dengan aliran Muktazilah . Awalnya dia berguru kepada Washil bin Atha’ (80-131 H/700-748 M), founding father mazhab Muktazilah , namun kemudian ia membangun aliran tersendiri (adh-Dhira riyyah), dan mencetuska n pemikiran- pemikiran yang berseberan gan dengan gurunya itu.
Dhirar termasuk produktif memunculka n pendapat-p endapat yang menyimpang . Selain mengingkar i kebenaran adanya azab kubur, dia juga berpendapa t sebagaiman a pendapat kelompok Jabariah (Fatalisme ), mengatakan bahwa semua orang yang menyatakan Islam secara lahir, mungkin saja tetap kafir secara batin, dls. Menurut Adz-Dzahab i, orang ini tidak meriwayatk an Hadits sama sekali.
Al-Imam al-‘Uqaili , Abu Ja’far Muhammad bin Amar bin Musa bin Hammad (w. 322 H—934 M) menceritak an riwayat dari Abu Himam, bahwa ketika Sa‘id bin Abdurrahma n menjadi hakim di Baghdad, lalu datang kaum yang menyampaik an kepada beliau bahwa Dhirar telah menjadi zindik (kafir). Lalu Sa‘id bin Abdurrahma n berkata: “Aku telah menghalalk an darahnya, barangsiap a yang ingin membunuhny a, maka lakukanlah .” Namun kemudian Dhirar melarikan diri. Konon ia disembunyi kan oleh Yahya bin Khalid hingga meninggal.
Sedangkan Bisyr bin Ghayats al-Marisiy juga merupakan seorang Muktazilah tulen. Ayahnya adalah seorang Yahudi. Bisyr belajar dan mendalami fikih kepada Abu Yusuf, dan menekuni ilmu kalam. Namun kemudian ia condong pada pemikiran Muktazilah , serta getol mempromosi kan pandangan bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Karenanya banyak kalangan ulama yang kemudian mengkafirk annya, sebab pemikiran- pemikirann ya yang sesat dan menyesatka n, antara lain adalah mengingkar i kebenaran adanya azab kubur, pertanyaan dua malaikat, Shirâth, dan Mîzân.
Bisyr al-Marisiy tidak mengikuti periode Jahm bin Shafwan (m. 128 H/745 M), si pencetus ideologi “akhirat tidak kekal”. Namun Bisyr berpijak pada pemikiran- pemikiran Jahm, ikut mendukung, mempopuler kan dan mempromosi kannya.
Ketika Ibrahim bin al-Mahdi memimpin kekhilafah an di Baghdad, beliau menangkap dan menawan Bisyr al-Marisy, dan mengumpulk an ulama untuk mengintrog asinya berkenaan dengan pemikiran- pemikiran menyimpang nya. Setelah selesai, para ulama merekomend asikan Ibrahim bin al-Mahdi untuk menuntut Bisyr al-Marisiy agar segera bertaubat, jika tidak mau bertobat, maka Bisyr boleh di eksekusi mati.
Karena pemikiran- pemikiran menyimpang nya tersebut, tak heran apabila kemudian banyak ulama yang mengeluark an fatwa akan kesesatann ya, bahkan mengkafir- kan dan menghalalk an darahnya (boleh dibunuh). Berikut kami uraikan diantara komentar dan fatwa ulama berkenaan dengan Bisyr al-Marisiy :
قَالَ إبرَاهِيمُ ابنُ يَحيى بنِ بَسَّام: مَا سَمِعْتُ أباَ دَاوُد لَعَنَ أحَداً قَطُّ إلاَّ رَجُلَيْنِ ، أحَدُهُمَا رَجُلٌ ذُكِرَ لَهُ أنَّهُ لَعَنَ مَالِكاً، وَالآخَرُ بِشْرٌ المَرِيْسِ ي.
Ibrahim bin Yahya bin Bassam berkata: Aku tidak pernah mendengar Abu Dawud melontarka n kata-kata laknat, kecuali kepada dua orang; pertama pada orang yang melaknat Imam Malik, kedua kepada Bisyr al-Marisiy .
عَن أبي مُسْلِم صَالِحُ بنُ أحمدَ بنِ عبدِ اللهِ بنِ صَالحِ العَجَلِيّ ، قَالَ: حَدَّثَنِي أبِي، قَالَ: رَأيْتُ بِشْراً المَرِيسِي َّ-عَلَيْه ِ لَعْنَةُ اللهِ-مَرّ َةً وَاحِدَةً، شَيْخاً قَصِيْراً، ذَمِيْمَ المَنْظَرِ ، وَسَخَ الثِّيَابِ ، وَافِرَ الشَّعْرِ، أشْبَهَ شَيْءٍ بِاليَهُود ِ. ثُمَّ قَالَ: لاَ يَرْحَمُهُ اللهُ، فَقَدْ كَانَ فَاسِقاً.
Dari Abu Muslim Shalih bin Ahmad bin Abdillah bin Shalih al-Ajaliy, beliau berkata: Ayahku bercerita kepadaku, beliau berkata: “Aku pernah melihat Bisyr al-Marisiy satu kali—semog a Allah I senantiasa melaknatny a—ia adalah orang tua yang pendek, jelek, kusam, rambutnya semerawut; pokoknya paling mirip dengan orang Yahudi”. Kemudian ayah berkata: “Semoga Allah I tidak mengasihan inya, sebab dia telah menjadi fasik”.
قَالَ التَّقِيُّ الغَزِّي: كَانَ أبُو زَرْعَة الرَّازِيْ يَقُول: بِشْرٌ المَرِيْسِ ي زِنْدِيْقٌ .
Taqiyyuddi n al-Ghazzi berkata, Abu Zar‘ah ar-Raziy berkata: Bisyr al-Marisiy telah menjadi zindik (kafir).
قَالَ الذَّهَبِي ، قَالَ قُتَيْبَة بنُ سَعِيد: بِشْرٌ المَرِيْسِ ي كَافِرٌ.
Al-Hafidz adz-Dzahab i berkata, Imam Qutaibah bin Sa‘id berkata: Bisyr al-Marisiy telah kafir.
قَالَ الذَّهَبِي : كَانَ بِشْرٌ المَرِيْسِ يّ دَاعِيَةً إلىَ القَوْلِ بِخَلْقِ القُرآن. هَلَكَ في آخِرِ سَنَةِ ثَمَانَ عَشَرَةَ وَمِئَتَيْ نِ وَلَمْ يُشَيِّعْه ُ أحَدٌ مِنَ العُلَمَاء ِ. وَحَكَمَ بِكُفْرِهِ طَائِفَةٌ مِنَ الأَئِمَّة ِ.
Al-Hafidz adz-Dzahab i berkata, Bisyr al-Marisiy selalu mempromosi kan pemikiran kemakhluka n al-Qur’an. Ia meninggal pada akhir tahun 218 H. dan tidak ada satupun ulama yang melayatnya . Dia diklaim kafir oleh sekelompok para imam.
[