Agama Islam dalam istilah Arab disebut Dinul Islam. Kata Dinul Islam tersusun dari dua kata yakni Din dan Islam.
Pengertian Islam Secara Bahasa
Dalam bahasa Arab agama dikenal dengan sebutan ‘din’ dan ‘millah’. Kedua istilah ini bisa ditemukan dalam al-Qur’an maupun Sunnah Nabi. Penggunaan istilah ‘din’ lebih populer dari pada ‘millah’. Kata ‘din’ sendiri dalam bahasa Arab berasal dari kata ‘dana’ yang sebenarnya memiliki beberapa arti, diantaranya cara atau adat istiadat, peraturan, undang-undang, taat atau patuh, pembalasan, menunggalkan ketuhanan, perhitungan, hari kiamat, nasihat, dan agama (Moenawar Chalil, 1970: 13). Din juga bisa berarti aqidah, syari’ah, dan millah (Aflatun Mukhtar, 2001: 17).
Dari makna-makna tersebut, maka sebenarnya kata din-lah yang paling tepat untuk menyebut agama Islam, sehingga menjadi Din al-Islam. Dalam al-Qur’an penggunaan kata din bisa dilihat misalnya dalam Surat Ali ‘Imran (3): 19 dan 85, Surat al-Maidah (5): 3, dan masih banyak lagi, sedang penggunaan kata millah yang juga berarti agama bisa dilihat dalam Surat al-An’am (6): 161.
Sedangkan kata ‘Islam’ secara etimologis berasal dari akar kata kerja ‘salima’ yang berarti selamat, damai, dan sejahtera, lalu muncul kata ‘salam’ dan ‘salamah’. Dari ‘salima’ muncul kata ‘aslama’ yang artinya menyelamatkan, mendamaikan, dan mensejahterakan. Kata ‘aslama’ juga berarti menyerah, tunduk, atau patuh. Dari kata ‘salima’ juga muncul beberapa kata turunan yang lain, di antaranya adalah kata ‘salam’ dan ‘salamah’ artinya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, dan penghormatan, ‘taslim’ artinya penyerahan, penerimaan, dan pengakuan, ‘silm’ artinya yang berdamai, damai, ‘salam’ artinya kedamaian, ketenteraman, dan hormat, ‘sullam’ artinya tangga, ‘istislam’ artinya ketundukan, penyerahan diri, serta ‘muslim’ dan ‘muslimah’ artinya orang yang beragama Islam laki-laki atau perempuan (Munawwir, 1997: 654-656).
Baca Juga: Perbedaan Istilah Antara Hukum Islam, Syariat dan Fikih
Baca Juga: Perbedaan Istilah Antara Hukum Islam, Syariat dan Fikih
Makna penyerahan terlihat dan terbukti pada alam semesta. Secara langsung maupun tidak langsung alam semesta adalah islam, dalam arti kata alam semesta menyerahkan diri kepada Sunnatullah atau ‘hukum alam’, seperti matahari terbit dari timur dan terbenam di barat yang berlaku sepanjang zaman karena dia menyerah (islam) kepada sunatullah yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Ditegaskan dalam al-Quran Surat Ali ‘Imran (3): 83.
Pengertian Islam Secara Istilah
Dengan demikian Islam mengandung pengertian serangkaian peraturan yang didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada para nabi/rasul untuk ditaati dalam rangka memelihara keselamatan, kesejahteraan, dan perdamaian bagi umat manusia yang termaktub dalam kitab suci. Islam merupakan satu-satunya agama yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada manusia melalui para nabi/rasul-Nya mulai dari Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammadsaw.
Inti ajaran Islam yang dibawa oleh para nabi ini adalah satu, yaitu tauhid, yakni mengesakan Allah atau menuhankan Allah yang Esa. Tidak ada satu pun diantara para nabi Allah yang mengajarkan prinsip ketuhanan yang bertentangan dengan tauhid.
Dalam perjalanannya ajaran Islam kemudian berubah-ubah di tangan para pengikutnya sepeninggal nabi pembawanya. Umat Nabi Musa tidak lagi bisa mempertahankan Islam yang diajarkan Nabi Musa, begitu juga umat Nabi Isa tidak lagi mempertahankan Islam yang diajarkan Nabi Isa. Kedua agama ini hingga sekarang masih dianut oleh sebagian besar umat manusia dengan segala perubahan yang dilakukan oleh para penganutnya. Karena tidak lagi mengajarkan prinsip tauhid, kedua agama itu tidak lagi bisa disebut Islam. Melalui al-Quran, Allah memberikan nama khusus untuk kedua agama tersebut, yakni Yahudi untuk agama yang dianut oleh para pengikut Nabi Isa. Ajaran ketuhanan dalam keduaagama ini sudah jauh berubah dari prinsip tauhid, dan sudah mengarah kepada syirik, yakni mengakui keberadaan Tuhan di samping Allah.
Dari semua Islam yang ada tersebut, tinggal Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. yang hingga sekarang masih tetap mempertahankan ajaran tauhid dan semua ajaran lain yang secara rinci telah termaktub dalam kitab suci al-Quran. Kitab al-Quran yang masih tetap autentik memberi jaminan akan orisinalitas ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. hingga sekarang. Islam inilah yang merupakan agama terakhir yang berlaku untuk semua umat manusia hingga akhir zaman.
Sebagai agama terakhir, Islam (din al-Islam) memiliki kedudukan yang istimewa dari agama samawi sebelumnya, yaitu:
Penyempurna dari agama samawiyah sebelum Nabi Muhammad saw. yang terbatas oleh ruang dan waktu serta pengikut tertentu.
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. bersifat universal tanpa terbatas oleh ruang dan waktu, untuk siapa saja, kapan saja dan di manapun manusia berada. Dalam al-Quran ditegaskan dalam (QS. al-Ahzab (33): 40), (QS. Saba’ (34): 28), (QS. al-Maidah (5): 3)
Dengan turunnya QS. al-Maidah (5): 3, selesailah tugas Nabi Muhammad untuk menyatukan umat yang beragama Samawi secara keseluruhan di bawah naungan Islam.
Islam mengontrol ajaran-ajaran pokok dari agama samawi yang ada sekarang ini.
Agama samawi yang masih ada hingga sekarang (Yahudi dan Nasrani) sudah mengalami perubahan yang cukup berarti, terutama menyangkut konsep ketuhanannya. Hal ini ditegaskan dalam QS. at-Taubah (9): 30. Ajaran mereka dikontrol dalam Islam sesuai dengan (QS. al- Ikhlas [112]: 1-4). (Bandingkan dengan QS. al-Anbiya [21]: 25 dan QS. al-Nahl [16]: 2).
Islam mengakui semua para nabi/rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad tanpa membedakan satu sama lain karena ajarannya sama, yaitu tauhid.
Yang membedakan di antara mereka adalah dalam hal pelaksanaan hukum (syariah). Terkait dengan ini Allah Swt. menegaskan dalam (QS. Al-Baqarah [2]: 285).
Perbedaan syariah di antara mereka terlihat misalnya dalam hal shalat, puasa, dan yang lainnya. Jika shalat yang diwajibkan sekarang adalah shalat lima waktu sehari semalam, maka shalat yang diwajibkan untuk umat sebelum Nabi Muhammad misalnya hanya dua kali sehari semalam. Dalam hal puasa juga demikian, misalnya jika puasa yang diwajibkan kepada kita sekarang selama sebulan, yakni puasa di bulan Ramadlan, maka tidak demikian halnya puasa untuk umat-umat sebelum Muhammad, misalnya puasa Nabi Daud dan umatnya sehari puasa sehari tidak sepanjang tahun.
(tulisan ini disadur lengkap dari bagian file buku bidang pendidikan karya Dosen UNY, Dr. Marzuki, M.Ag. Anda dapat membaca kumpulan file beliau di halaman staff UNY di sini)