Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Dan Pahala Puasa

Puasa Ramadhan Seperti yang kita ketahui dari definisi puasa bahwa puasa adalah:
Menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa di mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan berniat.

Oleh karena itu mulai dari terbit fajar shadiq sebagai pertanda masuknya waktunya shalat Subuh, seorang yang berpuasa Ramadhan sudah harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, sampai terbenamnya matahari di penghujung siang. Jikalau tidak, berarti puasanya itu batal. Ini berdasarkan firman Allah Swt.:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…( Waktu Magrib)

Maknanya diizinkan bagi kita untuk makan dan minum sampai terbit fajar dan tidak lagi diizinkan untuk kita makan dan minum setelah itu sampai terbenam matahari.

Dan inilah sabda Rasul Saw.:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَاهُنَا ، وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَاهُنَا ، وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Rasul Saw. Brsabda; apabila malam sudah datang dari arah sini (timur) dan malam beranjak dari arah sini, (tenggelamnya matahari), maka sudah masuk waktu untuk berbuka bagi orang-orang yang berpuasa.

1. Makan dan minum.
Yang membatalkan puasa yang pertama. Para ulama Umat fiqih telah bersepakat (ijma) bahwa apabila ada seseorang yang makan dan minum dengan disengaja dan ia mengetahui bahwa perbuatannya itu adalah diharamkan, maka puasanya itu batal. Karena menahan diri dari makan dan minum itu adalah faktor utama dari pelaksanaan ibadah puasa ramadhan. Sedangkan perbuatannya bertentangan dengan pelaksanaan puasa tanpa ada udzur ayara. Seperti yang dipaparkan di dalam Al Qur`an:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

… dan makan minumlah hingga trang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam… (waktu magrib).

Seandainya ada sisa makanan di sela-sela gigi kita, kemudian terkena air ludah tanpa di sengaja tanpa bermaksud mengkonsumsi sisa makanan terebut, maha hukum puasa itu tidaklah batal, dengan syarat apabila saat itu sulit untuk memisahkan mana air ludah dan mana sisa makanan yang tertelan.

Apabila kita makan atau minum karena lupa (tanpa di sengaja), maka puasanya itu tidaklah batal. Berdasarkan keterangan hadits di bawah ini dari Abi Hurairah Ra.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

Dari Abu Hurairah Radliallahu ‘Anhu dari Nabi saw bersabda: “Jika seseorang lupa lalu dia makan dan juga minum (ketika sedang berpuasa) maka hendaklah dia meneruskan/melanjutkan puasanya tersebut, karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum” (HR. Bukhari).

Seolah-olah Allah memberinya rizki di bulan Ramadhan kepada orang yang sedang berpuasa

2. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh melalui lobang terbuka.

Benda yang dimaksud itu ialah setiap benda yang bisa ditangkap/diraba oleh indra manusia normal, besar ataupun kecil, meskipun sesuatu yang biasanya tidak dimakan, seperti benang dan jarum atau obat nyamuk.

Rongga yang dimaksud ialah: Semua bagian organ tubuh yang berada setelah kerongkongan sampai kepada lambung dan usus-usus. Beda halnya dengan sesuatu yang masuk ke dalam rongga tidak melalui lobang yang terbuka, seperti melalui pori-pori, dan yang lainnya.

Lobang yang terbuka ialah: Kedua lobang telinga, Kedua lobang hidung, Mulut, qubul (kemaluan), dubur (anus), dan yang lainnya
Syarat sesuatu yang dimasukkan itu bias membatalkan puasa adalah, apabila dimasukkan dengan di sengaja, bukan karena terpaksa/tidak bisa dihindari, seperti halnya debu atau lalat yang masuk tanpa disadari atau di sengaja.

Berdasarkan keterangan yang diatas, maka;
Jikalau yang memasukkan sesuatu dari lobang-lobang yang terbuka dengan sengaja dan tanpa paksaan dari orang lain, maka puasanya itu batal. Ia wajib mengganti (qadha`) puasa di hari lain di luar bulan Ramadhan.

Tibullah pertanyaan;
Jikalau ada yang memakai obat tetes mata, bagaimana hukumpuasanya? jawab; puasanya tidaklah batal, meskipun dia merasakan adanya rasa pahit dan semisalnya di dalam lidah atau rongga. Karena tempat masuknya adalah mata, bukan lobang yang terbuka.

Jikalau ada yang diinjeksi (disuntik) saat sedang berpuasa, puasanya itu tidak batal, karena suntik tidak dimasukkan pada lobang terbuka, tapi di tempat yang memang tidak ada lobang yang menyalurkan ke dalam rongga, yaitu kulit.

Jika Air ludah di telan, selama masih berada di dalam mulut meskipun tertelan kembali, itu tidak menyebabkan batal puasa. Karena hal tersebut sulit untuk menghindarinya bagi setiap orang yang masih hidup. Tetapi Jika air ludah sudah dikeluarkan dari mulut, kemudian ditelan kembali, maka puasanya itu batal.

jika eseorang yang berwudhu apakah boleh untuk berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidungnya di siang hari; jawab; boleh, akan tetapi tidak boleh sampai ke pangkal hidung, apalagi masuk ke dalam. Jikalau Ia memasukkan air sampai ke pangkal hidung dan air masuk ke dalam atau berkumur-kumur sehingga air masuk ke dalam kerongkongan, maka puasanya batal.

Jikalau seseorang yang menyuntikkan sesuatu melalui dubur (anus), kadarnya sedikit atapun banyak, maka itu dapat membatalkan puasanya. Karena ia telah memasukkan suatu benda ke dalam lobang yng terbuka dengan sengaja, meskipun zat yang dimasukkannya tidak sampai ke dalam usus dan lambung.

3. Muntah dengan disengaja.
hal yang membatalkan puasa yang ke tiga ialah muntah dengan di sengaja. Jika seseorang memasukkan tangannya atau memasukkan sesuatu ke dalam mulut atau kerongkongannya yang dapat menyebabkan dia merasa mual dan muntah, maka puasanya itu batal.

Jikalau tidak disengaja, tetapi ia tidak sanggup menahan mual lalu muntah; karena pusing atau karena kecapean, atau adanya bau yang tidak menyenangkan, atau karena perjalanan, dan lainsebagainya, maka puasanya tidak batal.

َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله تعالى عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم):
مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلا قَضَاءَ عَلَيْهِ، وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ

“Orang-orang yang tidak sanggup menahan muntahan, maka ia tidak wajib mengqadha puasanya dan orang –orang yang sengaja menyebabkant muntah, maka ia mesti mengqadha puasanya.”
Jikalaupun muntahanny keluar semuanya tidak ada lagi yang masuk kembali, maka puasanya tetaplah batal sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits.

4. Berhubungan badan suami-istri dengan sengaja.
hal hal yang membatalkan puasa yang ke empat ini ialah Berhubungan badan suami istri pada siang hari membatalkan puasa, meskipun pergaulannya itu tidak dapat menyebabkan keluarnya air sperma. Kepada pasangan suami-istri dibolehkan melakukannya haya di malam hari saja, karna itu tdak akan berpengaruh terhadap puasa mereka selama dilakukan sampai sebelum terbit fajar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari berpuasa untuk bergaul dengan istri-istri kalian”.

Para ahli tafsir mengartikan kalimat rafats di dalam ayat dengan jima` (pergaulan suami istri)

Di dalam ayat yang sama dijelaskan:
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ
“Maka sekarang gaulilah mereka (istri-istri kalian)”

Di dalam ayat yang sama juga dijelaskan:
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“Kemudian sempurnakanlah puasa kalian sampai malam dan jangan kalian gauli mereka di saat kalian sedang beri`tikaf di masjid-masjid”


Mubasyarah bermakna: bergaul suami-istri.

Berdasarkan penjelasan ayat di atas maka dipahami bahwa bergaul suami-istri secara hubungan badan (seksual) dapat membatalkan puasa. Jika hanya bermesraan dengan istri tidak pada kemaluan (hubungan seks) atau hanya sekedar mencumbui istri tapi menyebabkan keluar sperma, maka puasanya batal. Tetapi jikalau tidak menyebabkan keluar sperma, maka puasanya tidak batal.

Adapun orang-orang yang masih dalam keadaan junub sampai masuk waktu fajar; karena malam hari melakukan hubungan suami-istri atau malamnya mimpi basah, maka puasanya tidak batal. Mereka bisa mandi junub setelah fajar terbit dan menyempurnakan puasa mereka.


5. Istimna (berupaya mengeluarkan mani)
Yang dimaksud dengan istimna` adalah keluar air mani ketika puasa perbuatan yang sengaja mengeluarkan spermi, atau dengan sentuhan pada kemaluan. Semua perbuatan itu membatalkan, karena ada upaya mengeluarkannya dengan sengaja.

Adapun jikalau sperma keluar bukan karena keinginan, seperti karena mimpi, berfantasi sesuatu yang indah atau melihat lawan jenis yang menarik, sehingga menyebabkan keluarnya sperma tanpa menyentuh kemaluan, maka puasanya tidak batal. Karena Ia tidak berupaya mengeluarkan sperma dengan sengaja secara langsung dari kemaluannya.

Adapun jikalau sekedar berciuman suami istri di saat berpuasa, tidak menyebabkan batalnya puasa. Hanya saja makruh hukumnya berciuman jikalau berciuman itu dapat membangkitkan syahwat, karena akan dapat menyebabkan seseorang sulit mengendalikan diri dan bisa membatalkan puasanya. Sebaiknya tidak melakukannya sama sekali di saat berpuasa.
كَانَ النَّبِيُّ ‏- صلى الله عليه وسلم - ‏‏يُقَبِّلُ ‏ ‏وَيُبَاشِرُ ‏‏وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ ‏ ‏لِإِرْبِهِ "

“Nabi Saw mencium dan bermesraan (bukan pada kemaluan) dengan istri beliau di saat beliau sedang berpuasa dan beliau adalah orang yang paling kuat mengendalikan syahwat”a tanpa melakukan hubungan badan. Seperti bercumbu, onani dengan tangan sendiri atau dengan tangan istr

6. Haid dan nifas.
Jikalau seorang perempuan dari pagi hari dalam keadaan suci, kemudian di siang hari Ia mulai haid atau nifas, maka puasanya langsung batal. Ketika itu Ia mesti langsung membatalkan puasanya, karena Ia tidak lagi menjadi mukallaf untuk berpuasa. Dan ia justru berdosa jikalau menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa jikalau berniat berpuasa. Karena diantara syarat sahnya puasa adalah bersih dari haid dan nifas.

Puasa yang dibatalkannya tadi wajib diqadha` (diganti) di luar bulan Ramadhan, sedangkan shalatnya selama masa haid dan naifas tidak wajib di qadha`.

7. Hilang akal dan murtad (keluar dari agama islam).
Apabila seseorang hilang akal, karena gila, dll. atau keluar dari agama islam di siang hari, maka puasanya batal. Karena mereka ketika itu tidak lagi dihitung sebagai ahli ibadah, tidak lagi sah pelaksanaan ibadah dari mereka, termasuk puasa. Karena syarat orang-orang yang dituntut untuk berpuasa adalah berakal dan beragama islam. Sedangkan kedua syarat itu; berakal dan dalam keadaan islam tidak terpenuhi oleh seorang yang gila dan seorang yang murtad.

Inilah hal-hal yang menyebabkan membatalkan puasa, yang mesti dihindari oleh seorang yang sedang Puasa Ramadhan